Minggu, 28 September 2014

Strong - One Direction

My hands,Your hands,Tied up,Like two ships.
Drifting,Weightless,Wave tried to break it.I'd do anything to save it.Why is it so hard to save it?
My heart,Your heart,Sit tight like book ends.
Pages,Between us,Written with no end.
So many words we're not saying.Don't wait till it's gone.You make me strong.
I'm sorry if I say I need youBut I don't care,I'm not scared of love.Cause when I'm not with you
I'm weaker.Is that so wrong?Is it so wrong?That you make me strong.
Think of,how much,love has been wasted.
People,Always,Trying to escape it.Move on to stop their heart breaking.
But there's nothingI'm running from.You make me strong.
I'm sorry if I say I need youBut I don't care,I'm not scared of love.Cause when I'm not with you
I'm weaker.Is that so wrong?Is it so wrong?
So baby hold on.To my heart.Yeah.Need you to keep me from falling apart.
I'll always hold on.Cause you make me strong.
I'm sorry if I say I need youBut I don't care.I'm not scared of love.Cause when I'm not with you I'm weaker.
Is that so wrong?Is it so wrong?
I'm sorry if I say I need youBut I don't care,I'm not scared of love.Cause when I'm not with you.
I'm weaker.Is that so wrong?Is it so wrong?That you make me strong.
I'm sorry if I say I need youBut I don't care,I'm not scared of love.Cause when I'm not with you
I'm weaker.Is that so wrong?Is it so wrong?That you make me strong.

Minggu, 14 September 2014

Sepucuk cerita dalam berburu kampus: Hari Jumat tanggal 13

Siang itu sekitar pukul setengah satu siang, aku berangkat menuju STAN (Sekolah Tinggi Akuntansi Negara) bersama temanku, Alen, untuk verifikasi berkas USM STAN.  Kami berangkat dengan menaiki angkutan umum. Udara yang terik saat itu sempat membuat kami kepanasan dan segera buru-buru mencari angkot selanjutnya untuk kami naiki. Perjalanan dari rumahku memang cukup jauh dan membuat kami harus naik angkot 2 kali untuk sampai tujuan. Matahari masih bersinar terang di awal perjalanan kami dalam angkot kedua. Namun siapa sangka, beberapa menit kemudian mentari yang bersinar cerah itu kini tertutup awan. Langit perlahan gelap, hujan pun turun. Aku dan Alen sempat beberapa kali pindah tempat duduk dalam angkot itu karena air hujan yang lumayan deras merembes dan membasahi sebagian kursi dalam angkot yang kami naiki.
Masih dalam keadaan hujan lebat, kami turun dan berteduh di emperan toko kecil yang buka tepat di pintu masuk belakang STAN. Kami menunggu hujan reda ditemani oleh beberapa kecoa yang muncul dari sela-sela got di depan toko itu. Menjijikkan? Ya! Namun mau tak mau kami harus tetap bersabar menunggu hujan reda.
Sekitar setengah jam kemudian, hujan pun mereda. Kami  berjalan kaki memasuki area kampus STAN meskipun becek dan sedikit gerimis. Aku berusaha melindungi berkas-berkas untuk verifikasi nanti supaya tetap kering. Udara dingin, sementara Alen dengan santainya tetap berjalan sambil memakan snack yang ia beli barusan. Tak berapa lama kami pun sampai di suatu tempat mirip gazebo yang disebut plasma STAN.
 Alangkah terkejutnya aku ketika melihat antrian yang begitu membludak dalam ruangan itu.
“Mbak, mau verifikasi ya? BPO (Bukti Pendaftaran Online) –nya dua, ditempel materai.” Seorang ibu-ibu bertubuh gemuk mengatakan padaku, untunglah aku membawa cadangan BPO satu lagi.
“Materainya dua ya? Yah saya Cuma bawa satu” jawabku.
“Ini mbak saya jual.” Rupanya ibu-ibu tesebut adalah penjual materai musiman disana. Aku pun membeli materai kepada ibu-ibu tersebut dengan harga sepuluh ribu rupiah. Kemudian ibu-ibu tersebut membantuku mencarikan antrian. Dan tadaaaaaa!!!! Aku mendapatkan nomor antrian ke 1943 setelah 15 menit mengantri dalam ruang plasma yang penuh dengan orang-orang ini.
Setelah mendapat nomor  antrian, aku dan Alen bergegas menuju gedung G untuk verifikasi berkas. Sayangnya Alen tak boleh masuk ke dalam gedung G dan ia hanya diperkenankan menunggu di luar gedung. Aku kembali terkejut ketika di dalam gedung G sangat ramai dan lebih banyak orang dibandingkan dengan di ruang plasma. Aku duduk di antara para pengantri ini dan aku kembali kaget karena yang dipanggil oleh panitia verifikasi baru antrian ke 450. Artinya ada sekitar 1500 orang lagi yang belum dipanggil sebelum antrianku dipanggil. Damn!!
Hari semakin sore. Jika dihitung, sudah sekitar 4 jam aku menunggu antrian dan masih belum dipanggil juga. Antrian baru berjalan ke angka 1600. Sementara saat itu aku sedang berpuasa. Akhirnya beberapa menit sebelum adzan maghrib berkumandang, aku segera keluar gedung untuk mencari penjual makanan. Aku juga mencari Alen, dan kulihat ia sedang bergulat dengan soal UMPN  PNJ tahun lalu yang ia download (FYI, hari berikutnya aku dan Alen akan mengikuti test UMPN PNJ). Kebetulan ada penjual makanan di dekat tempat Alen duduk, meskipun makanan yang dijualnya hanya pop mie dan aqua. Sudahlah! Yang penting makanan... Aku segera  melahap pop mie setelah adzan maghrib berkumandang dan buru-buru kembali menuju gedung G.
Baru beberapa menit aku duduk dan menunggu kembali dalam gedung G, panitia STAN mempersilahkan para peserta verifikasi untuk sholat maghrib di belakang gedung G ini. Aku pun keluar gedung dan mencari tempat wudhu yang dimaksud panitia. Aku sedikit heran karena hanya aku lah satu-satunya perempuan dalam segerombol  peserta yang mencari tempat wudhu itu. Seperti biasa, laki-laki pantang bertanya ketika ia mencari suatu tempat. Mau tak mau akhirnya aku bertanya kepada seseorang yang berdiri di pelataran sebuah gedung yang tak jauh dari gedung G. Sepertinya wanita itu adalah salah satu staf STAN. Aku melangkahkan kaki menuju wanita tersebut tanpa mempedulikan segerombol cowok-cowok yang tadi bersamaku mencari tempat wudhu.
“Maaf bu, tempat sholat dimana ya?” tanyaku
“Oh, mbak mau sholat?” tanya wanita itu kembali.
“Iya bu.”
“Sholatnya di lantai dua aja, atau mbak langsung tanya aja ke pak satpam.” Jawabnya sambil menunjuk ke arah satpam yang berjaga di dalam gedung itu.
“Oh iya, makasih ya, bu.”
Aku menghampiri pak satpam, kemudian satpam itu  menyuruhku menuju musholla di lantai dua.
“Nanti mbak naik lift aja. Trus ke kiri, di paling pojok itu ada musholla.” Katanya.
Akhirnya aku pun menaiki lift, sendirian. Entah dimana segerombol peserta lain tadi, mereka tak ada yang mengikutiku memasuki gedung ini.
Ting... beberapa detik kemudian lift terbuka di lantai dua. Dan.... tada!!!! Aku terkejut tatkala kulihat pemandangan di lantai dua sedikit menyeramkan. Lantai ini kosong tanpa lampu yang menyala, sementara aku hanya seorang diri. Keadaan ini mirip seperti settingan film horor saja. Di sekeliling yang kulihat hanyalah setumpuk kertas yang tersegel. Aku mempercepat langkahku menuju pojok gedung ini. Samar-samar terlihat ada nyala lampu kuning di ujung sana. Ya!! Disana memang ada suatu ruang sholat kecil. Ada 3 pasang sendal disana. Semoga ada orang yang sholat juga, supaya aku tak benar-benar sendiri di lantai dua ini. Kulirikkan mataku dan kuliat ada seorang lelaki dan dua orang perempuan sedang sholat. Syukurlah!
Aku kembali sedikit merasa ngeri, karena seusai sholat, ketiga orang itu telah meninggalkan tempat ini. Dengan langkah tenang, aku meninggalkan tempat ini meskipun sebenarnya agak sedikit merasa takut.
Aku kembali ke gedung G dengan perasaan lega. Antrian sudah berjalan menuju nomor 1800. Dan aku merasa sedikit beruntung, karena  ternyata gerombolan peserta lain yang tadi bersamaku mencari tempat wudhu, sholat di atas panggung!!! What?! Itulah tempat yang di maksud oleh panitia STAN tadi. Peserta diperkenankan berwudhu di belakang gedung G, dan menunaikan sholat di atas panggung gedung G. Oh tidaaak... Untunglah aku sholat di gedung lain tadi. Meskipun sedikit seram, namun aku tak harus menjadi satu-satunya perempuan yang sholat di atas panggung itu (karena yang kulihat saat itu hanya ada laki-laki yang menunaikan sholat, entah dimana perempuannya.)
Waktu menunjukkan pukul 19.38 WIB ketika antrianku dipanggil. Setelah menerima secarik kertas BPU, aku segera menuju ke pos 3 untuk melakukan pemeriksaan berkas pertama.
“Loh? Kok foto KTP nya gak berhijab?” tanya petugas STAN itu.
“Iya, bu. Saya baru pakai hijab 6 bulan setelah saya bikin KTP.” Jawabku dengan tenang.
“Wah, maaf, karena foto KTP kamu berbeda dengan penampilan sekarang, saya gak bisa meloloskan berkas kamu.” Perkataan petugas itu membuatku lemas bagai tersambar petir. Bagaimana mungkin? Aku sudah menunggu hampir 6 jam disini dan harus pulang dengan tangan hampa?
“Yah bu, ini kan namanya nama saya, bu. Ini beneran identitas saya. Saya udah ngantri lama banget, bu. Masa gak di lolosin cuma karena foto aja?” Aku berkata dengan nada begitu lemas.
“Saya bisa aja ngelolosin berkas kamu. Tapi kamu pasti bakal tetep disuruh pulang di pos 5.” Kata wanita itu sambil menunjuk ke arah pos 5, tempat dilakukannya pemeriksaan berkas kedua.
“Yah bu, terus saya harus gimana?”
“Kamu harus bikin SKCK (Surat Tanda Catatan Kepolisian) dulu, baru berkas ini bisa lolos.”
“Yah berarti saya harus balik lagi dan ngantri ulang lagi dong? Yaampun bu, tadi aja udah lama banget. Masa saya harus antri ulang lagi?.”
“Ini saya kasih kamu antrian khusus. Kamu bisa balik lagi kesini sebelum tanggal 20. Sekarang kamu lapor dulu kesana.” Wanita itu menunjuk pada suatu meja, dimana sudah ada dua orang ibu-ibu panitia verifikasi disana.
“Yaudah makasih, bu.” Aku melangkah menuju meja yang dimaksudnya itu dan segera melaporkan sebab mengapa berkasku tak lolos verifikasi.
Aku  keluar gedung dengan langkah malas, kemudian segera menghampiri Alen yang masih sibuk dengan soal PNJ yang ia download.
“Jangan bilang, lo belom selesai verifikasi kayak tadi pas lo keluar maghrib!” Protesnya.
“Udah! Tapi gagal! Huh! Ka*pret! Mana besok ujian PNJ lagi! Gue belom belajaaar...!!!” Ucapku.
“Loh? Gagal kenapa?” Tanya Alen.
Kuceritakan kejadian tadi pada Alen sembari kami berjalan keluar area kampus.
“Sialan banget! Udah capek-capek ditungguin eh malah suruh balik Cuma karena foto KTP doang, lebay banget dah!” omelnya. “Mana besok ada ujian PNJ! Harusnya kita lagi fokus belajar nih!”
“Lu masih mending, bidang tata niaga ujiannya siang. Lah gue? Pagi-pagi harus cuss dari jakbar sampe depok karena saintek ujiannya pagi. Mana sempet buat belajar lagi? Dan sekarang udah jam 8 malem.”  Sahutku.
“Iya nih, paling enggak, jam setengah sepuluh baru sampe rumah.” Sahut Alen.
Setengah jam berlalu. Kami belum juga menemukan angkot. Malam mulai larut dan kami mulai resah.
“Jangan-jangan angkotnya udah gak ada.” Alen mulai menduga-duga.
“Bisa jadi! Gue tanya orang dulu deh ya.”
Ternyata dugaan Alen benar. Jam segini memang tak ada lagi angkot menuju Ciledug yang beroperasi.
“Aduh, gimana nih? Mau pulang naik apa kita? Mana gue laper lagi.” Ucapku.
“Iya, nyari tempat makan dulu yuk!.”
Kami pun berjalan dengan mata menengok kanan kiri mencari tempat makan yang kami maksud. Di sekeliling hanya ada warten. Kami masih terus berjalan sambil berceloteh.
“Kayaknya kita apes deh! Gini nih kalo pergi pas tanggal 13! Hari Jumat lagi!.” Alen mulai berceloteh.
“Wah! Bener juga! Ini jumat tanggal 13! Haha gue baru sadar.”
“iya, gue juga baru sadar. Pantes aja kita apes!”
“Tapi kayaknya gue gak punya tanggal sial deh. Gue malah pernah seneng pas tanggal 13.
“Iya sih, gue juga. Tapi lo liat dong? Sekarang kita apes kan di hari jumat tanggal 13? Ini memang hari apes menurut mitos!”
“Wahaha udah tahun 2014, masih percaya mitos aja lo!!”
Setelah merasa capek karena tak kunjung menemukan tempat makan yg dimaksud. Akhirnya Alen berinisiatif untuk menaiki angkot yang bertuliskan jurusan Kebayoran.
“ini ke Kebayoran kan bang?” kata Alen memastikan tujuan angkot ini pada sang supir angkot.
“Iya neng.”
Sekitar jam 9.15 kami sampai di Kebayoran. Aku tak dapat menghubungi ibuku karena handphoneku lowbatt dan mati. Sementara kami semakin kelaparan. Aku terus megikuti Alen yang mencari angkot di daerah ini yang menuju rumahnya. Namun entah apa yang ada di pikirannya, mungkin karena efek lapar. Alen malah mengajakku makan di suatu restoran cepat saji yang tutup pukul 10 malam.
“Woi, lu yakin? Duit gue gak cukup nih.” Kataku.
“Elahhh... Slow aja..” Jawabnya santai.
Kami pun memilih paket makanan disana. Dan kejutan pun kembali terjadi!! Uang kami memang kurang!
“Duh gimana nih?” Raut wajah Alen mulai kebingungan tatkala makanan yang kami pesan tak dapat dibatalkan lagi.
“Lagian... lu sih! Kan gue udah bilang, duit gue gak cukup.”
“Kirain duit lu masih 20ribuan, taunya tinggal 7ribu.”
Kami terus memutar otak. Sementara aku juga sibuk mengubek-ubek tasku, berharap ada uang yang terselip.
“Ah!! ATM Len! ATM!!” Aku menepuk pundak Alen.
“Oh iya, gue gak kepikiran kalo bawa ATM.”
“Mbak kita mau keluar cari ATM dulu ya.” Kami langsung melangkah keluar karena kami tak mungkin membayar memakai debet, saldo Alen saat itu sedang gersang terkena dampak kemarau yang berkepanjangan(?)
Di sebelah restoran cepat saji itu, kami menemukan mesin ATM, namun kami tak dapat melakukan tarik tunai disana karena uang yang dikeluarkan oleh mesin ATM itu adalah uang pecahan 100ribu.
"Kita cari mesin ATM yang lain aja yuk! Bialng aja sama mbaknya kalo kita gak bisa tarik tunai disini karena disini ATM Syariah." Usulku ketika melihat raut wajah Alen yang semakin kebingungan.
"Yaudah yuk!"
Kami kembali bejalan bahkan Alen sampai berlari karena tak kunjung menemukan mesin ATM pecahan 50ribu. Sementara hari semakin larut dan perut kami semakin keroncongan.
"Gue berasa kayak gembel deh sekarang."
"Duh gimana nih, fi? Gue bingung dah." Sahut Alen sambil celingak celinguk.
"Ih sama, gue juga bingung."
Di tengah-tengah pencarian mesin ATM itu, tiba-tiba muncul ide gila yang entah kenapa bisa diungkapkan oleh Alen. 
"Aha! Gue punya ide! Gimana kalo kita minta duit sama orang aja?" ide gila Alen sungguh membuatku kaget sekaligus geli. Aku tak dapat menahan tawaku saat itu juga.
"Hahahaha....." Aku tertawa terbahak-bahak. "Gila lu, Len!"
"Ih seriusan.. dulu aja gue pernah di mintain duit sama orang gak dikenal yg keadaannya lagi kayak kita sekarang." sahutnya.
"Ogah ah, udah mending kita lanjut cari mesin ATMnya."
Setelah lumayan jauh, akhirnya kami pun menemukan mesin ATM pecahan 50ribu. Kami kembali menuju restoran itu sambil sesekali berlari karena waktu menunjukkan pukul 9.45. Sebentar lagi restoran cepat saji itu tutup.
Kami pun melahap makanan dengan secepat kilat sambil mengawasi jalan raya, memastikan ada angkot yang beroperasi. Tak lama kemudian kami keluar dan langsung menemukan angkot.
“Huh! Akhirnya ada angkot ke rumah gue juga!” Kata Alen lega.
“Kita apes banget ya! Gue rasa kita udah gak bisa lebih apes lagi. Ini udah mentok apesnya.” Sahutku sekenanya.
“Iya nih...”
Jeng jeng jeenggg.... Pernyataanku salah! Tak berapa lama kemudian Alen memberhentikan angkot yang kami naiki karena kami salah naik angkot.
“Harusnya kita naik angkot 09A, tadi itu 09.”
“loh bukannya sama-sama  09?.” Aku masih bungung.
“ih 09 sama 09A itu beda!” Sahut Alen.
Finally, kami menunggu angkot lain. Alen pun mengajakku naik metromini dan kami berhenti di suatu gang. Kata Alen, kami dapat sampai ke rumahnya dengan menyusuri gang ini meskipun lumayan jauh.
Sekitar pukul 10.15 kami sampai di rumah Alen. Aku beristirahat sebentar melepas penat. Kaki ku terasa seperti mau copot dan aku merasa sangat kumal sekali. Beberapa menit kemudian Alen mengeluarkan motornya dan mengantarku pulang. Di perjalanan aku berdoa, supaya tak ada lagi kesialan yang akan kami alami.
Di depan gang rumahku terlihat ibuku yang menunggu aku pulang dengan cemas. Ia sangat berterima kasih kepada Alen yang mengantarku pulang.
“Mama kan nyuruh kamu naik taksi, ntar mama yang abyar ongkosnya. Makanya dari tadi mama nunggu di depan gang.” Kata ibuku.
“Aku gak tau, ma. Handphone ku mati.” Jawabku.
Waktu menunjukkan hampir pukul sebelas malam ketika aku benar-benar sampai di rumah. Kuceritakan semua kesialan yang kualami bersama Alen kepada ibuku seusai mencuci kaki. Ibuku hanya tersenyum dan bersyukur karena anaknya ini sampai di rumah dengan selamat.

Yap!! Kisah ini hanya sepenggal cerita dalam berburu kampus negeri ataupun kedinasan, sepucuk cerita persahabatan penuh warna. Mengenai hubungannya dengan hari Jumat maupun tanggal 13? Entahlah! Kupikir itu hanya suatu kebetulan saja :D

Jumat, 04 April 2014

BlueStacks, jalankan aplikasi android via Windows dan MacOS

Siapa yang tak kenal dengan sistem operasi Android? Sistem operasi besutan google yang sukses ditanamkan di berbagai tablet dan smartphone ini memang semakin banyak disukai pengguna karena Android memang memiliki banyak kelebihan, diantaranya anda dapat menginstal banyak aplikasi yang seru dan menarik, games, juga sosmed populer seperti instagram dan path, dsb.


Seperti yang dikutip dari laman kompas.com, sebelumnya menjalankan aplikasi Android di perangkat PC berbasis Windows dan MacOS memang tidak dimungkinkan. Namun, berkat adanya sebuah
 software sederhana bernama BlueStacks, konsumen sudah bisa menikmati aplikasi Android langsung dari kedua perangkat tersebut.


Aplikasi BlueStacks memang baru masuk ke masa beta alias percobaan. Namun, aplikasi ini sudah dapat menjalankan fungsinya dengan baik, yaitu mengizinkan penggunanya mengakses Google Play Store, mengunduh, dan menjalankan aplikasi Android di perangkat PC dan Mac.

Besarnya file installer BlueStacks untuk perangkat PC berbasis Windows tidaklah terlalu besar, yaitu hanya sekitar 8MB saja. Namun, pengguna Mac mungkin akan sedikit keberatan dengan besarnya file instalasi software ini. BlueStacks untuk Mac memiliki file instalasi sebesar 112MB.

Sudah ada lebih dari 700.000 aplikasi yang terdapat di Google Play Store saat ini. Dari sekian banyaknya aplikasi tersebut, sangat sulit bagi konsumen untuk menemukan aplikasi terbaik.

Nah, dengan adanya BlueStacks ini, para pengguna setidaknya bisa mencoba dulu aplikasi Android di PC atau Mac, sebelum mengunduhnya langsung ke ponsel atau perangkat tablet berbasis Android.

Anda dapat mengunduh BlueStacks melalui tautan berikut ini.

- BlueStacks untuk Windows
- BlueStacks untuk Mac

Tampilan BlueStacks dalam proses download